“Oleh – Oleh” dari Perjalanan ke Jogja

Hampir selama pandemi, orang tua cukup jarang keluar rumah apalagi berpergian keluar kota tentu tidak pernah, Nah pada bulan April kebetulan saya dan adik balik dari jakarta akhirnya kita berencana pulang dan turun di surabaya. Ini sekaligus perjalan pertama bagi orang tua keluar kota untuk menjemput kami di surabaya dari malang. Setelah mendarat kita mencari tempat makan siang di surabaya sebelum balik ke malang.

Perjalanan hari itupun udah usai, lalu kita hanya kumpul di rumah saja, sebelum balik ke malang, saya dan adik sempat merencakan untuk jalan keluar kota sekaligus untuk refreshing yang bagi kami di jakarta pun sudah sangat suntuk dengan rutinitas yang ada, apalagi saya yg lebih banyak berdiam di dalam kamar kost. Setelah diskusi dan melihat – lihat akhirnya kita memutuskan untuk pergi ke jogja sekaligus mencoba akses jalan tol yang belum pernah kita coba. rencana sudah di buat; kita hanya bermalam semalam di jogja dengan itenary cari sate klathak dan adek usul untuk ke plataran jogja

Perjalanan berangkat bisa dibilang cukup lancar, meski ada sedikit yang kurang sesuai ekspetasi terkait penginapan dan juga langganan sate klathak yang tutup, dimana akhirnya kita mencari tempat lain untuk makan klathak pada malam itu. Sedangkan besok paginya sebelum kita berangkat ke plataran jogja kita menyempatkan diri untuk berbelanja di Hamzah batik daerah malioboro, tentu disini kita mendapat oleh – oleh pertama dari perjalanan ini.

Setelah selesai berbelanja di Hamzah batik dimana Ibu saya yang lebih banyak dapat oleh – olehnya, kita melanjutkan perjalanan ke Plataran Jogja dimana pemesanannya menggunakan sistem reservasi, Sepertinya sudah banyak yang mengulas Plataran Jogja ini, jadi silahkan googling karena disini kita hanya untuk makan dan penasaran dengan suasananya saja. dari sini kita tidak beli oleh – oleh lain selain rasa kenyang.

Selesai di plataran jogja tentu kita melanjutkan perjalanan untuk balik ke malang, dari sini sebenarnya “oleh – oleh” ini didapat. awalnya sempat saya usul apakah kita lewat solo atau bagaimana? tetapi setelah di cek di aplikasi ternyata ada jalan yang lebih cepat di capai jika dari start point plataran jogja. akhirnya kita mengikuti saja apa yang ada di map tanpa ricek itu sebenarnya lewat mana, di awal – awal sebenarnya ada yang aneh, ini kenapa jalannya kecil, saya kira cuma sebentar ternyata sampai lama juga tetap jalan kecil yang ujungnya kita seperti lewat jalan kampung yang cukup kecil dan susah untuk dilewati jalan mobil. Bapak di belakang sudah menggerutu mungkin menyarankan balik saja krn jalan semakin ga jelas tapi kita masih terus saja, sampai waktu “surup” dan menuju mahgrib kita dihadapkan pada jembatan cukup kecil dan turun tajam kemudian naik tajam, kita berhenti karena di seberang kita lihat mobil menanjak cukup berat, disitu bapak sudah bilang suruh tanya dulu kalau tidak kita balik saja. akhirnya saya keluar ternyata ada sepeda motor yang cukup tua jika tidak mau dibilang butut, saya coba mendekat untuk bertanya, ternyata yang mengendarai orang tua dan istrinya yang sepertinya lebih mudah, kemudian saya tanya: “Mohon maaf, apakah jembatan ini bisa dilalui mobil Pak?” Bapaknya menjawab: ” bisa”, saya kemudian melanjutkan bertanya: “apakah ini tembusnya nanti tol Pak?”. bapaknya menjawab: “iya”, kemudian sambil gas kecil motor tuanya beliau mengatakan “monggo kulo tenggo (mari saya tunggu)”, Saya kemudian menjawab: “makasih Pak, Hati – hati ya Pak” kemudian mereka lewat sambil senyum…sesaat setelah itu saya langsung menyadari hal yang aneh, saat masuk mobil saya sudah tak liat motor tersebut, sedangkan keluarga sudah panik sendiri karena ga yakin dengan jalan yang sedang dilalui dan saya bilang ini bisa dilewati katanya. jadi saya simpan rasa janggal saya terlebih dahulu, tetapi saat di jembatan saya sempat tanya “mana motornya tadi” keluarga menjawab tidak tau, kemudian kita naik jembatan dan ternyata jembatannya tidak setinggi saya lihat di seberang tetapi berkelok sedikit, baru setelah itu kita tembus dengan jalan yang lebih besar tetapi masih di daerah seperti pegunungan tetapi setidaknya kita sedikit lega karena jalanan sudah lebih ramai

Setelah melewati jalan yg lebih ramai lagi baru terlihat bahwa kita diarahkan lewat Boyolali, dengan tetap masih menyimpan beberapa pertanyaan yang ada di kepala , kita tetap melajukan mobil melewati tol, Saya lupa kita berhenti di rest area mana terus ganti sopir, baru setelah saya jadi sopir saya sampaikan beberapa kejanggalan pada saat di jembatan tadi:

  1. kenapa orang tua tersebut bilang: monggo saya tenggo yang jika diartikan bahasa indonesia mari saya tunggu, tetapi kenyataannya beliau jalan terlebih dahulu.
  2. itu motor tua tapi kenapa pada saat kita jalan motor itu tidak ada atau tidak tersalip ? karena dengan motor tua dan yang mengendarai juga tua saya yakin tidak akan secepat itu hilang, bahkan setelah saya tanya dan naik mobil pun saya sudah tidak melihatnya

tapi sepertinya keluarga juga tidak banyak mempunyai jawabannya, jadi ya sudah perjalanan ini dilanjutnya dengan membicarakan hal lain, sampai tidak terasa sudah sampai rumah lagi, mungkin itu menjadi “oleh – oleh” kedua dari perjalanan kita kemaren. semoga ada manfaat yang bisa diperoleh dari cerita ini, jika tidak setidaknya cukup menjadi bahan tulisan blog yang sudah lama tidak di update ini đŸ™‚

Leave a comment